Oktober 22, 2025

Mairiederabat | Hubungan Diplomatik Internasional

Hubungan dengan berbagai negara luar negeri wajib dibangun untuk meraih kepentingan bernegara.

politik luar negeri Indonesia
2025-05-31 | admin3

Politik Luar Negeri Indonesia Masih di Bawah Komando Prabowo

Seiring terpilihnya Prabowo Subianto sebagai Presiden Republik Indonesia untuk periode 2024–2029, arah politik luar negeri Indonesia menjadi sorotan publik dan komunitas internasional. Sebagai mantan Menteri Pertahanan di era Presiden Joko Widodo, Prabowo telah menunjukkan gaya diplomasi yang tegas namun pragmatis, terutama dalam isu pertahanan dan kerja sama strategis. Kini, muncul pertanyaan besar: apakah politik luar negeri Indonesia akan tetap berada di bawah komando Prabowo secara langsung atau akan kembali pada pendekatan klasik yang lebih diplomatik dan kolektif?

Politik luar negeri Indonesia berdasarkan konstitusi menganut prinsip bebas aktif: tidak memihak pada blok kekuatan manapun, tetapi aktif berkontribusi pada perdamaian dan keadilan internasional. Di bawah Jokowi, pendekatan luar negeri bersifat pragmatis, menekankan diplomasi ekonomi dan kerja sama konkret. Prabowo, sebagai bagian dari kabinet sebelumnya, telah memainkan peran penting dalam menjalin hubungan pertahanan dengan berbagai negara seperti Amerika Serikat, Rusia, dan China.

Selama menjabat sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo aktif mengunjungi negara-negara mitra dan terlibat dalam pembicaraan bilateral. Ia dianggap sebagai tokoh sentral dalam menjembatani kerja sama militer dan diplomasi strategis. Gaya diplomasi yang lugas, nasionalis, dan berorientasi pada kekuatan nasional membuat banyak pihak menganggap Prabowo sebagai figur dominan dalam kebijakan luar negeri, bahkan melebihi peran tradisional Kementerian Luar Negeri.

Namun, dengan naiknya Prabowo ke kursi presiden, arah politik luar negeri diperkirakan tetap berada dalam koridor konstitusional. Artinya, kendali operasional akan kembali dikelola oleh Kementerian Luar Negeri, meskipun arah dan keputusan strategis tetap berada di tangan Presiden. Menteri Luar Negeri ke depan—tergantung siapa yang ditunjuk Prabowo—akan memegang peran penting dalam mengartikulasikan kebijakan luar negeri sesuai visi sang presiden.

Ada dugaan bahwa Prabowo akan mempertahankan pendekatan aktif dalam isu-isu strategis, terutama di kawasan Indo-Pasifik yang tengah memanas akibat rivalitas AS dan Tiongkok. Prabowo kemungkinan besar tetap mendorong kerja sama pertahanan dan industri strategis nasional, sembari memperluas jejaring diplomasi ekonomi demi mengamankan kepentingan nasional.

Sikap Prabowo yang kerap menekankan kemandirian bangsa dan nasionalisme dalam kebijakan luar negeri juga akan mempengaruhi posisi Indonesia dalam forum internasional seperti ASEAN, G20, dan PBB. Isu seperti konflik Laut China Selatan, stabilitas Myanmar, dan perubahan iklim akan menjadi panggung utama bagi Indonesia di bawah kepemimpinannya.

Walau Prabowo dikenal sebagai figur militer yang tegas, ia juga menunjukkan kecenderungan pragmatis dalam menjalin hubungan luar negeri. Ini tercermin dari sikapnya selama menjabat di Kabinet Indonesia Maju yang cenderung kooperatif dan moderat.

Kesimpulannya, meskipun politik luar negeri akan tetap dijalankan secara institusional melalui kementerian terkait, gaya dan arah iam-love.co diplomasi Indonesia kemungkinan besar akan tetap berada di bawah komando visi strategis Prabowo. Dengan pendekatan yang realistis, nasionalis, namun terbuka pada kerja sama, politik luar negeri Indonesia di bawah Prabowo akan menjunjung tinggi kepentingan nasional di tengah tantangan geopolitik global.

BACA JUGA: Cina dan Rusia: Berdua Upayakan Tatanan Dunia Baru

Share: Facebook Twitter Linkedin
2025-05-05 | admin3

Pakar: Indonesia Hadapi Darurat Politik Luar Negeri

Jakarta, 5 Mei 2025 – Sejumlah pakar hubungan internasional menyoroti bahwa Indonesia tengah menghadapi situasi yang dapat dikategorikan sebagai “darurat politik luar negeri.” Pernyataan ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik global, konflik bilateral, dan kebijakan luar negeri Indonesia yang dinilai belum cukup responsif terhadap dinamika internasional yang cepat berubah.

Peringatan dari Akademisi dan Diplomat Senior

Pakar hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Prof. Dr. Hendra Wibowo, menyatakan bahwa saat ini Indonesia berada di persimpangan yang rawan akibat kurangnya konsistensi dalam kebijakan luar negeri dan lemahnya posisi diplomatik di beberapa forum internasional penting.

“Kita melihat tanda-tanda kegentingan. Indonesia belum memiliki strategi komprehensif menghadapi isu-isu seperti Laut China Selatan, krisis Myanmar, maupun tekanan dari negara-negara besar dalam isu HAM dan ekonomi hijau,” ujar Hendra dalam sebuah diskusi di Jakarta.

Ia menambahkan bahwa posisi Indonesia yang selama ini dikenal sebagai negara non-blok dan menjunjung tinggi prinsip bebas aktif, kini mulai dipertanyakan efektivitasnya di tengah polarisasi global antara blok Barat dan Timur.

Tantangan-Tantangan Utama

1. Laut China Selatan

Indonesia menghadapi tekanan yang makin besar di wilayah perairan Natuna Utara, yang secara tidak langsung diklaim oleh China dalam peta sembilan garis putus. Meski Indonesia bukan pihak dalam konflik klaim, kapal-kapal China kerap memasuki wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia.

2. Krisis Myanmar

Sebagai pemimpin ASEAN de facto, Indonesia dituntut memainkan peran lebih aktif dalam menyelesaikan krisis politik dan kemanusiaan di Myanmar. Namun, upaya mediasi sejauh ini dinilai belum memberikan hasil signifikan.

3. Hubungan dengan Negara-Negara Barat

Desakan negara-negara Barat terkait isu HAM, demokrasi, dan transisi energi ramah lingkungan turut membebani diplomasi Indonesia. Ketergantungan pada ekspor batu bara dan nikel menjadi salah satu titik lemah yang mudah diserang.

4. Ketegangan Global

Situasi geopolitik seperti perang Rusia-Ukraina dan konflik Israel-Palestina menuntut Indonesia untuk mengambil posisi yang jelas. Namun, pemerintah masih dinilai ambigu dan terlalu hati-hati dalam mengambil sikap resmi di forum-forum internasional seperti PBB dan G20.

Kritik terhadap Kebijakan Pemerintah

Beberapa analis menilai bahwa Kementerian Luar Negeri belum mampu bergerak cukup cepat merespons perubahan global. “Kita ini seperti sedang menjalankan kebijakan luar negeri di ‘autopilot’. Padahal dinamika global menuntut rajazeus link alternatif kelincahan dan ketegasan,” kritik Dimas Hadi, peneliti senior di Lembaga Kajian Strategis Internasional (LKSI).

Ia juga menyoroti minimnya komunikasi publik yang transparan dari pemerintah terkait posisi Indonesia dalam berbagai isu global. Ini membuat masyarakat sulit memahami arah diplomasi nasional.

Saran dan Rekomendasi

Para pakar memberikan sejumlah rekomendasi agar Indonesia dapat keluar dari kondisi “darurat politik luar negeri” ini:

  • Perkuat Kapasitas Diplomatik: Indonesia perlu menambah jumlah diplomat profesional dan memperluas jaringan diplomatik ke kawasan-kawasan strategis seperti Afrika, Eropa Timur, dan Amerika Latin.

  • Revisi Strategi Bebas Aktif: Konsep bebas aktif harus disesuaikan dengan realitas geopolitik masa kini, di mana netralitas tak selalu menguntungkan jika tidak dibarengi dengan kejelasan nilai dan prioritas nasional.

  • Konsolidasi Domestik: Pemerintah harus menyinkronkan kebijakan luar negeri dengan kepentingan ekonomi dan politik dalam negeri, agar diplomasi tidak bertabrakan dengan kebutuhan nasional.

  • Peningkatan Diplomasi Digital dan Publik: Di era media sosial, komunikasi diplomatik harus lebih terbuka, cepat, dan efektif menjangkau masyarakat luas.

BACA JUGA: Menguji Ketahanan Kerja Sama ASEAN: Peran Indonesia dalam Menyikapi Persaingan AS-China di Asia Tenggara

Share: Facebook Twitter Linkedin